Di zaman modern seperti ini Pendidikan sudah semakin menurun
perkembangannya, terlebih lagi di lingkungan pesantren. Pesantren
sendiri sebagai salah satu wadah Pendidikan islam telah banyak
melahirkan generasi-generasi penerus bangsa, yang telah memberikan
tinta emas sejarah peradaban bangsa Indonesia. Di pesantren, selain
mencari dan menuntut ilmu santri juga di didik karakternya agar ketika ia
sudah menyelesaikan pendidikannya di pesantren ia bisa mengamalkan
apa yang telah ia dapatkan.
Salah satu upaya untuk mempersiapkan para santri sebagai generasi
penerus bagi ulama dan kyai adalah dengan mampu membaca dan
memahami kitab kuning. Kitab kuning sendiri merupakan kitab yang
berbahasa Arab tanpa makna dan baris yang kertasnya biasanya berwarna kuning dan dipergunakan oleh pondok-pondok salaf maupun modern
dalam mempelajari ilmu agama yang dikaji oleh para santri dan dipimpin
kyai ataupun ustadz. Kitab kuning sangat identik sekali dengan santri,
yang mana di dalam kitab tersebut mengandung bermacam-macam
pembelajaran penting untuk menunjang kehidupan di luar sana. Isi yang
dikaji dalam kitab kuning hampir selalu terdiri dari 2 komponen: pertama,
matan dan yang kedua syarah. Dalam formatnya, matan adalah isi inti
yang akan dikupas oleh syarah.3 Dalam pembelajaran kitab kuning
tentunya seorang pengajar (ustadz ataupun kyai) memegang peran
penting, sebab dalam kegiatan belajar mengajar bersifat kompleks, yaitu
bukan hanya menyampaikan pelajaran saja akan tetapi seorang ustadz
juga mampu membuat santri paham dalam mengkaji ilmu-ilmu yang
diberikan oleh guru dan kyai dan diharapkan bisa mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tidak terlepas untuk mengajarkan
kepada mereka dalam membaca kitab kuning dengan baik dan benar
sesuai dengan kaidah Nahwu dan Sharaf..

Tapi pada kenyataannya, banyak sekali santri santri yang tidak
mengerti bahkan tidak memahami pelajaran apa yang ada dalam kitab
kuning tersebut, dikarenakan kurangnya pemahaman santri terhadap
pembelajaran kitab kuning, antara lain seperti belum memahami kaidah
Nahwu dan Sharaf yang dijadikan sebagai alat kunci utama untuk
membaca kitab kuning, sehingga dalam pembelajaran sangat lambat dan
tidak maksimal.5
Dalam pembelajaran yang telah diberikan oleh pondok pesantren
kepada santrinya, sesungguhnya pondok pesantren telah
mempergunakan kurikulum sebagai acuan pembelajaran, yaitu
menggunakan kitab kuning sebagai pegangan sekaligus rujukan utama
pondok pesantren. Akan tetapi pada era saat ini, sangat banyak sekali
pondok pesantren yang mengubah kurikulum nya menjadi kurikulum
modern yang lebih di nuansai dengan pembelajaran bahasa, akan tetapi
juga masih ada yang memegang teguh sistem pembelajaran yang klasik,
seperti yang telah diterapkan di Pondok Pesantren PPAI Annahdliyah
Malang adalah dengan menggunakan metode Amtsilati yang disusun oleh
K.H. Taufiqul Hakim salah seorang pendiri pondok pesantren Darul
Falah Bangsri Jepara.

 

Metode ini merupakan salah satu metode pembelajaran yang
digunakan di kalangan pondok pesantren sebagai salah satu cara untuk
mempermudah mempelajari dan memahami kitab kuning. Metode
Amtsilati adalah suatu cara atau alat yang digunakan dalam membaca serta
memahami kitab kuning, dimana kitab tersebut merupakan suatu kitab
yang terprogram dan sistematis sekaligus menjadi terobosan baru dalam
mempermudah membaca kitab kuning.7
Pembelajaran Amtsilati dari satu pondok ke pondok lainnya
mempunyai cara pengajaran yang memiliki tujuan agar santri bisa
membaca dan memahami kitab kuning dengan mudah. Pengajaran
amtsilati adalah salah satu metode yang cocok digunakan dalam
pengajaran di lingkup pesantren karena metode ini memberikan
penjelasan yang sangat rinci dan tata cara membaca kitab kuning yang
berbahasa arab dan tidak ada syakalnya dengan cepat.8
Sehingga dengan
belajar metode tersebut santri dapat memahami kunci membaca kitab
kuning yaitu nahwu dan Sharaf yang menjadikan bekal ia memahaminya.
Adapun alasan penulisan ini karena peneliti menganggap bahwa
pada zaman sekarang banyak sekali santri tamatan pondok pesantren
yang tidak bisa membaca kitab kuning yang dianggap susah difahami dan
dianggap kolot. Salah satunya yang terjadi di pondok pesantren PPAI
Annahdliyah Malang, yang mana dari dulu pesantren ini menerapkan
kurikulum modern yang didalamnya terdapat kegiatan tambahan Bahasa
dan hasil lulusannya belum terbukti bisa membaca kitab kuning
walaupun sudah tinggal di pesantren bertahun tahun. Hal tersebut
membuat pak kyai dan bu nyai merubah system kurikulum dengan
menekankan kitab kuning yang menjadi ciri khas seorang santri.

Akhirnya dipilih lah metode amtsilati yang benar-benar mempelajari kitab
gundul mulai dari dasar. Setelah diterapkan metode amtsilati di pondok ini
selama tiga tahun terakhir, hasilnya sangat meningkat. Bisa dibuktikan
dengan beberapa prestasi yang dijuarai di setiap musabaqoh kitab kuning.
Untuk itu, disini peneliti sangat tertarik mengangkat judul “Efektivitas
metode Amtsilati dalam meningkatkan kemampuan santri membaca kitab
kuning di pondok pesantren PPAI Annahdliyah Karangploso Malang
(Nilai Pendidikan Agama setelah Pengaplikasiaanya)”.

Di Pondok Pesantren PPAI Annahdliyah metode pembelejaran
Amtsilati menekankan pada 3 fokus utama, yaitu hafalan, pemberian
materi pemhaman, (serta pengembangan materi) yang dipelajari tersebut
tetapi tidak lepas dari kemampuan santri.
a. Hafalan
Pada model pembelajaran hafalan sangat efektif bagi santri, karena
selain waktunya yang dilakukan pada ba‟da shubuh santri juga telah

 

mempersiapkannya semalam, jadi ia sudah benar-benar siap untuk
menyetorkannya ke ustadzah. Materi yang dihafalkannya pun ada di kitab
khulasoh alfiyah ibn malik.
b. Pemberian Materi
Dalam pemberian materi, menurut pengamatan peneliti, model
pembelajaran menggunakan metode amtsilati di Annahdliyyah sendiri ini
adalah klasikal, yang mana sesuai dengan apa yang disampaikan oleh KH.
Taufiqul Hakim. Model ini adalah model belajar secara berkelompok
yang bertujuan untuk menciptakan suasana kondusif dalam proses belajar
mengajar.
c. Pemahaman Materi
Dalam memahami materi terdapat tahapan-tahapan dalam belajar
Qawaid (belajar ilmu nahwu) menggunakan metode amtsilati ini yang
dklasifikasikan menjadi kedalam beberap kelas:
1) Kelas Jilid pra Amtsilati: di kelas jilid ini bisa dibilang merupakan
jilid tingkat dasar dalam pembelajaran ini. Yang mana kitab yang
digunakan dalam kelas ini adalah acuan kitab Amtsilatul Tasrifiyyah.
Kitab ini merupakan kitab nahwu shorof dasar yang digunakan
untuk memperkenalkan kepada santri tentang isim dhomir dalam
penggunaan kalimatnya.
2) Kelas jilid 1-5 Amtsilati: dikelas ini merupakan kelas tengah, atau
dalam pembelajaraanya merupakan tingkatan tengah dalam kelas
amtsilati. kelas ini menggunakan kitab khulashoh alfiyah ibn malik
ringkasan alfiyah ibnu malik dalam proses pembelajarannya.
3) Kelas pasca Amtsilati: dikelas ini merupakan tingkatan tinggi dalam
pembelajaran amtsilati karena dalam kelas ini pembelajaran sudah
difokuskan dalam pengaplikasiannya terhadap kitab kuning.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *